SANGAT MULIA!!! Mantan TKI Ilegal di Malaysia Kelola Sekolah untuk Anak Pekerja Migran
Sabah - Puluhan anak tampak khidmat mengikuti penjelasan
dari seorang perempuan tentang rencana yang akan mereka lakukan bersama
keesokan harinya, praktik memasak kue-kue khas Indonesia.
"Besok ada yang membawa telur, tepung dan gula. Kita
akan membuat kue apa?" tanya perempuan tersebut.
Pertanyaan itu kemudian dijawab dengan ragu-ragu oleh
anak-anak, "Kue lapis, donat, cucur, dan kue bolu."
Peristiwa ini terjadi di ruang kelas yang disekat dengan
papan kayu. Lembaran seng yang digunakan sebagai atap membuat hawa ruangan
lebih panas dari terik matahari di luar.
Namun bagi 90 anak-anak usia sekolah tingkat SD dan SMP,
tempat itu menjadi lokasi satu-satunya bagi mereka untuk menimba ilmu di tengah
kawasan perkebunan sawit. Sebagian di antara mereka harus menempuh perjalanan
20 km dari tempat tinggal menuju sekolah ini.
"Yang unik di sini ketika anak-anak itu mulai dari
peringkat kosong, lalu diajari sampai mereka mengenal huruf, bisa menulis, bisa
membaca sampai kita bisa menaikkan mereka ke kelas yang sesuai dengan umur
mereka," kata Nurjanita.
Nurjanita adalah salah seorang pendiri CLC 3 (community
learning centre) atau pusat kegiatan belajar masyarakat di perkebunan kelapa
sawit Lumadan, Beaufort, Negara Bagian Sabah, Malaysia.
Sekolah yang dikelola Nurjanita dibuka pada tanggal 1
Desember tahun 2009. Awalnya, 64 murid mengikuti kegiatan di sini.
Guru mantan TKI gelap
Mereka adalah anak-anak tenaga kerja Indonesia atau kerap
dikenal dengan istilah pekerja migran. Orang tua mereka, baik ayah maupun ibu,
mencari nafkah dengan mengurus perkebunan kelapa sawit milik perusahaan
setempat.
Nurjanita Tappa, 45, sendiri awalnya tidak mengantongi
ijazah guru. Dia adalah mantan TKI ilegal selama sekitar enam tahun, termasuk
sebagai pekerja di pabrik tripleks, dua profesi yang tidak berkorelasi.
"Sebenarnya saya tidak pernah bermimpi menjadi
seorang guru. Modal saya hanya pandai baca, tulis, hitung. Berbekal baca,
tulis, hitung dan ijazah SMA."
"Saya dulu jadi TKI ilegal, bekerja di pabrik
tripleks," ungkap Nur, menceritakan awal mulanya berada di Malaysia.
Ia bersama dua orang lainnya diundang untuk mengikuti
pelatihan kilat sebagai guru di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) yang
terletak di ibu kota Negara Bagian Sabah.
Keturunan WNI tanpa kewarganegaraan: 'Saya dipukul oleh
bapak, lari dan merantau ke Malaysia'
Ibu orang Indonesia, bapak warga Malaysia: 'Saya tak
punya status warga negara, tak boleh bersekolah dan takut ditangkap polisi'
Cerita anak-anak yang ditinggalkan ibu untuk menjadi TKI
Di sekolah tersebut, ia berdiri di depan murid-murid
untuk pertama kalinya. Ia merasa "gemetar dan mulut terasa kaku bagai
terkunci."
Untungnya, anak-anak di kelas sudah diberitahu terlebih
dulu bahwa Nur sedang belajar menjadi tenaga pendidik bagi rekan-rekan mereka
yang berada di pedalaman.
"Latar belakang kami bukan guru, tapi kami harus
mengajarkan tiga M (menulis, membaca, menghitung) sehingga kami harus
menyesuaikan dengan sekolah formal dengan sembilan pelajaran, sampai sekarang
kami harus mengikuti Kurikulum 13," jelasnya.
Nur merujuk pada kurikulum yang berlaku dalam sistem
pendidikan Indonesia sejak tahun 2013. Pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat
yang mayoritas siswanya keturunan WNI juga menerapkan kurikulum itu.
Tak jarang ia bersama guru-guru lainnya harus belajar
sendiri, menelepon sesama guru di sekolah lain untuk mencari tahu, dan juga
belajar dari guru pendamping SIKK.
Nurjanita juga merintis pusat-pusat pembelajaran
masyarakat lain di kawasan perkebunan, yaitu CLC 25 Ladang Cepat, Tempat
Kegiatan Belajar (TKB) Ladang Pilajau, dan kini tengah merintis TKB satu lagi.
Pada tahun 2018 ia menyelesaikan kuliah dengan mengambil
jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan pada tahun yang sama ia pun
lulus mengikuti seleksi guru bina.
Bagi anak-anak keturunan pekerja migran, sekolah yang
dijalankan oleh Nurjanita dan lima guru lainnya tersebut menawarkan harapan
agar mereka tidak harus mengikut jejak orang tua menjadi buruh ladang.
Berusia 16 tahun, Siti Nor Cahyati, misalnya, berharap
dapat melanjutkan sekolah menengah atas di Pulau Jawa, Indonesia, karena
sekolahnya sekarang hanya sampai pada kelas sembilan.
"Mau belajar di Jawa, lebih baik. Kalau dilihat,
Indonesia itu nyaman, santai," ujarnya dalam bahasa Indonesia campuran
Melayu. Ia mengenal Indonesia dari para guru di sekolah.
Meskipun serumpun, bahasa menjadi kendala dalam proses
belajar mengajar, sebab seperti Siti, anak-anak bertutur dalam bahasa Malaysia
sehari-harinya. Di sekolah, mereka diberikan materi dalam bahasa Indonesia
baku.
"Ketika anak-anak tidak mengerti dengan bahasa
Indonesia, maka gurunya harus mengartikan ke bahasa Melayu," Nurjanita
menjelaskan.
Dukungan pemerintah Indonesia
Sabah tercatat sebagai salah satu negara bagian Malaysia
yang paling banyak ditempati anak-anak keturunan TKI. Setidaknya 27.600 anak
terdaftar di pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat seperti CLC 3 di Ladang
Lumadan.
Angka itu belum termasuk mereka yang tidak mendapat akses
pendidikan, diperkirakan 10.000 hingga 15.000 anak, menurut Konsul Jenderal
Republik Indonesia di Kota Kinabalu, Krishna Djelani, dengan wilayah kerja
Negara Bagian Sabah.
Diutarakannya, pemerintah Indonesia terus memberikan
perhatian terhadap sekolah-sekolah Indonesia, setidaknya dalam tiga bentuk.
"Bantuan beasiswa ADIKTI (Afirmasi Pendidikan
Tinggi) dan ADEM (Afirmasi Pendidikan Menengah). Selain itu ada juga bantuan
operasional untuk sekolah-sekolah, peralatan sekolah, bantuan untuk
keterampilan. Dan ada juga ada bantuan untuk guru-guru.
Guru-guru yang ia maksud adalah tenaga pendidik yang
dikirim langsung dari Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan guru lokal yang
direkrut oleh perusahaan-perusahaan tempat TKI bekerja.
"Itu pun kita berikan tambahan insentif, kalau tidak
salah, yang guru lokal sekitar Rp 2 juta per bulan. Nah itu bantuannya dari
pemerintah Indonesia," tambah Krishna Djelani dalam wawancara dengan
wartawan BBC News Indonesia, Rohmatin Bonasir.
Bantuan seperti itu, menurut pengelola CLC3 Ladang
Lumadan, Nurjanita, amat penting untuk memastikan anak-anak mendapat akses
pendidikan, di wilayah Malaysia tetapi dengan kurikulum Indonesia.
Kecuali sudah menjadi penduduk tetap, mereka tidak boleh
mengakses pendidikan di sekolah negeri Malaysia.
BERITA LENGKAP DI HALAMAN BERIKUTNYA
Halaman Berikutnya

0 Response to "SANGAT MULIA!!! Mantan TKI Ilegal di Malaysia Kelola Sekolah untuk Anak Pekerja Migran"
Posting Komentar